Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2015

Lupa Doa-Doa

Adakah langit mulai enggan Meluruhkan segerombol prajurit hujan Sementara sore serupa terik siang yang membakar Memeras teduh sawah-sawah kian terkapar Kerak bumi mengeras mencari setetes air yang mulai samar Adakah Tuhan sedang bergurau Menguji hambanya dengan sedikit kemarau Sementara lidah pagi tak lagi menyisakan secuil embun Tandas dimangsa malam yang dahaga di balik awan rimbun Adakah kita mulai lupa Bagaimana tangan tengadah memanjatkan doa-doa Di tengah-tengah ketakutan yang menjadi keributan Memuja gemulai dunia yang lekas menyingkirkan Tuhan Dari ketaatan dan kesyukuran Di sebait pinta hamba-hamba-Mu yang lalai tak berkesudahan

Rindu Yang Memangsa

Adakah malam Sembunyikan purnama Sementara hatiku cekam Melawan rindu yang memangsa Sungguh tak bisa kubenam Ranum cinta di hatimu yang luka

Agama Dan Wajah Serigala

Kita ini manusia purba Mudah terjangkit emosi segala rupa Mudah terbakar racun media Tersulut murka dendam membuta Hingga lupa kaki menjejak di mana Kita ini mudah sekali lupa Di belahan dunia Apapun agama, punya wajah serigala Ekstrimis Hindu di India Ekstrimis Budha di Myanmar Ekstrimis Islam di Indonesia Terbaru, ekstrimis Kristen di Tolikara Lantas, pantaskah kita menjadi Tuhan baru? Menghakimi mereka yang berbeda dengan segala peluru Peluru amarah atas nama solidaritas semu Peluru dendam atas nama agama palsu Sudahlah Bukankah agama telah meninggalkan ajaran indah? Berbaik budi pada sesama tanpa pandang ras dan warna jubah Berbagi toleransi di atas ketaatan pada Tuhan Yang Maha Pemurah

Ada Yang Tak Sanggup Kujelaskan

Ada yang tak ingin aku kenang Ihwal luka di hatimu yang karang Meski pernah kita berbagi ruang Memeluk rindu yang sama dikala kembali pulang Ada yang tak mampu aku dustai Ihwal cinta yang merambat di hati Meski pernah kucoba berlari Berpaling dari pinta di matamu untuk tetap di sini Di bilik hatimu yang setia menanti Dan ada yang tak sanggup aku jelaskan Ihwal rumitnya hati mencari kata persembahkan jawaban Meski purnama berkali datang dan pergi membisikkan Usah kembali pada rindu yang menggelorakan Api cinta tak berkesudahan

Biarkan Aku Menulis

Biarkan aku sendiri Menepi dengan liar pikirku Membaca dan menghabisi buku-buku Sebab aku hanya ingin berkawan itu Biarkan aku menulis Usah nasihatiku tuk ikuti laku sepertimu Bermain-main dengan jemari kosong itu Sebab waktuku lebih berharga Dari sekadar waktumu yang habis ditelan dering tanpa henti kata

Puisi Dari Bibirmu

Kita Adalah sepasang tatap mata Masih menyimpan sekulum senyum Sementara detak berkali terjatuh menuliskan puisi dari bibirmu yang ranum Aku Adalah sekumpulan cinta yang kau tuang ke dalam segelas rindu Kata, sapa, tatap mata itu Beku bersama segulung ragu Yang berkecamuk di hatimu