Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2015

Bukan Kunci Jawaban

Mencintai Tak pernah butuh sebuah alasan Tak pula sebuah penjelasan Sebab cinta bukan kunci jawaban Ia fitrah dari Tuhan

Tangis Hujan

Aku hanya butuh tangis hujan Tuk jelaskan apa yang tak mampu kuucapkan Cinta dan rindu yang datang bergantian

Siapa Yang Hendak Kautuduh Pencuri?

Haduuuh Ini negeri memang gaduh Negerinya para tikus perusuh Pantas saja rakyatnya hanya pesuruh Terus dicekoki kotoran politik yang keruh Mana berita mana bencana diaduk lalu disepuh Ada papa tikus minta saham Dijamin jalan mulus asal diam-diam Situ kasih roti isi, kami beri garansi Aman dan tenang-tenanglah selagi kami eksekusi Yang penting kau tambahlah lapar saldo kami Lalu apa kabar kontrak karya? Tiba-tiba hening dari santap berita Lalu datang membawa kabar petaka Bolehlah kalian berkuasa lebih lama di Papua Dengan seperangkat kesepakatan entah dari mana Di Ibu Kota banyak sekali pencuri Tak guna lagi tuk ditutup-tutupi Dagelan politik memang akan selalu jadi banci Bagi mereka yang datang membawa lancung janji Mencabik sumpah jabatan atas nama ilahi Lantas mengapa kuasa tambang di Papua tak juga kita sebut pencuri? Melubangi gunung-gunung rahim pertiwi Dengan tertawa lalu pergi Merampas harta paling kilau dari negeri Lalu siapa yang hendak kau tuduh ...

Dear Ken

Kau terlahir dari kepasrahan Yang mengular berbulan-bulan Dalam tunduk doa-doa kepada Tuhan Mengiba riang si kecil dalam dekap kecintaan Kau tercipta dari kemurahan Yang Ia beri di tengah penantian Meski di lain cerita ada tabah memilukan Berkali mencoba mengetuk rajuk Tuhan Namun takdir belum jua bawa setangkai senyuman Kau adalah ritmis kesyukuran Yang mengudara bersama bait puja-puji di kesunyian Sebab cinta telah Ia labuhkan Sebab amanah telah Ia sematkan Pada kelindan kasih tuk rengkuh ridha-Nya Pada langkah pijak tuk gapai surga-Nya Semoga . . .

Ingin Menciummu, Nak

Pada hujan yang genit malam ini Mengapa kau menggodaku lamat-lamat Aku tak ingin perjumpaan menelan kesendirian Sebab atma masih kutinggal jauh bersama benih kerinduan Meski sementara saja harus kutaklukkan Bentang jarak yang menyakitkan Oh, tidak Betapa lesung pipitmu menerorku Mengajakku melangut ingin menciummu Sepuas aku Hingga kudengar kembali tangismu Dalam peluk timang-timang redakan teriakmu  

Ada Yang Masih Harus Kudaki

Duhai hujan Yang membawa serdadu berjuta ribu Pantas saja aku tak berlari terburu Melihat jatuhmu di jalan tak berbatu Di tanah sawah yang mendenguskan napas rindu Rupanya telah lama aku tak menikmati Tarikan belut di dalam lubangnya sendiri Melawan tipu daya diumpan cacing lugu Hingga menyerah keluar ia membawa malu Menelan kail umpan yang tak lagi nikmat diburu Ah, di ibu kota tak kutemukan alam yang jenaka Bermain dengan suara angin mengibas raga Berjingkat kaki di tengah sawah yang basah Sembari menunggu sore bawakan senja merah Bersama kumandang adzan dari segala arah Ah, rupanya esok aku harus kembali Ke kota kelahiranku yang masih tak terganti Sebab di sana ada mimpi-mimpi Yang masih harus kudaki Akan kutinggalkan kuncup rindu di sini Sebagai bekal esok kukembali