Dan Hujanpun Membawa Doa-Doa Menjemput Jawab-Nya


Salam Pena
Dalam catatan singkat ini, izinkan saya sedikit berkisah. Perihal sesuatu yang mungkin sangat tidak menarik untuk ditulis, terlebih dibaca. Tapi apapun itu, ini hanya sebuah tulisan, bahasa lain dari ucap yang ingin terbebaskan, lepas dari bisu yang memenjarakan.
Oke, saya ingin mengawalinya dengan tanggal pernikahan. Hmmm, gak penting sih! Gak penting buat gue (pembaca). Yup, sabar dulu ya…
Saya resmi mempersunting Solikhati Anggraeny (istri saat ini) pada tanggal 30 Agustus 2014, sebulan pasca bulan Ramadhan. Pernikahan itu sepertinya agak menjadi kabar dadakan bagi sebagian sahabat di kantor PPPA DaQu CBD Ciledug. Bukan tanpa alasan. Siapa sosok yang akan diajak ke pelaminan selama ini memang terbilang misterius bagi lingkungan kantor tempat bekerja. Tidak pernah sedikitpun ada isyarat sahih siapa calon tunggal sang istri di pelaminan kelak, seperti apa sosoknya, orang dalam atau luarkah?. Maka tak ayal, saat penyebaran surat undangan pernikahanpun sebagian malah balik bertanya, “ini serius Meidi?. Jadi nikah juga ente! Sama siapa?”.
“Hehe… becanda sih undangannya, tapi nikahnya beneran kok!”
Itulah kiranya canda renyah yang terselip disaat penyebaran surat undangan pernikahan.

7 Bulan; Antara Pertanyaan-Pertanyaan dan Jawaban Tuhan

Bagi seorang pengantin baru, seremonial pernikahan hanyalah sehari penuh melepaskan status lajang untuk kali terakhir. Setelah itu? Beralih ke fase di mana kabar baik seputar kehamilan seolah menjadi pertanyaan wajib yang ditodongkan dalam kurun beberapa minggu bahkan bulan setelah menikah. “Bagaimana Meidi, sudah isi atau belum?”
Pertanyaan singkat, tapi butuh jawaban kuat. Apa adanya, meski kadang bikin pusing kepala. Bagaimanapun mimik muka mereka saat memuntahkan pertanyaan itu, agak sulit bila harus menimpalinya dengan gestur negatif. So, stay cool and confidence.
Dikala pertanyaan-pertanyaan itu mulai datang bertubi, dalam hati, saya hanya meyakini satu hal. ‘Allah gak pernah gak baik kok selama ini’. Maka setiap hari selalu dijalani dengan hati yakin dan positif, bila sudah tiba saatnya saya layak menjadi seorang ayah, maka Dia akan mengukuhkannya lewat kabar gembira yang turun dari langit. Kira-kira begitulah. Selalu ada keyakinan 100% pada Sang Pencipta, bahwa Dia sangat baik, pemurah, lagi penyayang pada umat-umatnya yang yakin dan pasrah akan segala ketetapan-Nya.
Di tengah-tengah keyakinan yang tetap mencakar langit itu, saya pertebal dengan doa-doa yang diselipkan di waktu-waktu mustajab. Maka di antara waktu-waktu mustajab untuk berdoa yang kita tahu selama ini, saya lebih memilih mempertegas doa-doa khusus di antara dua khutbah Jum’at dan dikala hujan turun. Di antara dua waktu terbaik itulah saya memohon pada Allah agar diberi kabar terbaik dari langit. Tentunya doa-doa di waktu lainnya tetap dimunajatkan pada-Nya.
Dan saat hati dan pikiran ini pasrah total pada-Nya diiringi dengan doa-doa terbaik, jawaban yang turun dari langit itu perlahan mulai menghampiri. –hal ini sering saya sebut sebagai Zero Power: nol kekuatan yang daya ledaknya diisi langsung oleh Sang Pencipta, sehingga kekuatan itu bukan lagi bernilai nol karena kita pasrah sepenuhnya pada Tuhan. Namun kekuatan itu menjadi memiliki nilai tak terhingga, sebab Allah langsung yang mengisi nilai tersebut. Hingga ia lepas dari kalkulasi matematis manusia, melainkan matematika Sang Pencipta, Tuhan alam semesta-

Sahl bin S’ad Ra berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Dua do’a yang tidak pernah ditolak, yaitu doa ketika waktu adzan dan doa ketika waktu hujan,” (HR. Hakim dan Adz-Dzahabi)

Abu Qasim Ra bercerita, Rasulullah Saw bersabda,  “Sesungguhnya pada hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya.” Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat),” (HR. Bukhari dan Muslim).

Isyarat Doa Sang Pengamen

Dalam kurun waktu yang (lumayan) lama untuk menunggu (lebih kurang 7 bulan), hal unik dan aneh justru menghampiri. Ya, tepatnya di tanggal 3 April 2015, dalam perjalanan pulang kembali ke Ciledug setelah sowan (berkunjung) ke rumah bibi dari istri di Bogor. Dalam siaga menunggu keberangkatan bus ke Jakarta seorang pengamen masuk ke dalam bus, membuka sedikit obrolan dengan beberapa penumpang di depan. Si pengamen adalah seorang sosok bapak yang cukup berumur, memiliki kumis tipis, dan berambut agak tak beraturan, lebih tepatnya cuek apa adanya. Tak lama, beberapa lagu mulai mengudara dan memenuhi suara dalam bus. Kala itu waktu telah masuk malam hari, tepatnya petang setelah maghrib. Seperti kebiasaan umumnya, selesai menyanyikan tembang-tembang pilihan, si pengamen akan mendatangi kursi penumpang dari kursi terdepan hingga belakang, meminta imbalan iba berupa uang seikhlasnya.
“Terima kasih. Terima kasih…” ucap si pengamen mengawali langkah dari kursi terdepan. Itulah kalimat yang terucap disetiap uluran tangannya menyapa setiap kursi penumpang.
Namun betapa terkejutnya saya, saat ia menghampiri kursi tempat kami (saya dan istri) duduk, ia mengucapkan terima kasih sembari menyelipkan kalimat tambahan, “semoga anak pertamanya laki-laki”.
‘What?’ yang membuat saya mengernyitkan dahi dan mengutarakan keanehan dalam hati adalah, bagaimana bisa dia langsung menyimpulkan telah ada (calon) anak di dalam perut istri, dan bagaimana pula dia menyimpulkan kalau ini adalah (calon) anak pertama. Bukan kedua, bahkan ketiga. Dan bagaimana mungkin dia menyimpulkan bahwa kami berdua adalah sepasang suami istri. Terlalu aneh untuk dinalar. Namun, dalam keanehan tak biasa itu, sebuah senyuman menyeruak di tengah-tengah kami. Dalam hati hanya bisa mengamini ucapan si pengamen itu. Semoga.
Sedari keanehan ucapan si pengamen itu, entah kenapa muncul pikiran dan ada keinginan dalam hati untuk membeli alat tes kehamilan (testpack) hari itu juga, malam itu juga, sekalian sebelum pulang ke kontrakan. Esok pagi, tepat di tanggal 4 April 2015 hasil tes uji kehamilan itu menunjukkan tanda bahwa istri telah positif hamil. Melihat hasil itu, kegembiraanpun datang. Penantian selama 7 bulan terakhir ini, telah Allah jawab melalui isyarat kecil tak biasa dari seorang pengamen bus. Dan dalam perjalanan hidup saya, Allah sekali lagi menunjukkan bahwa Dia teramat sangat baik dan pemurah. Pertanyaan yang patut ditunggu jawabnya adalah, benarkah anak pertama nanti yang terlahir adalah laki-laki? We’ll see.
Ya. 7 bulan yang (lumayan) panjang dalam penantian. 7 bulan yang menggembirakan. Harapannya saat ini, semoga istri dan calon bayi dalam kandungan senantiasa dijaga dan dilindungi oleh Allah hingga kelahirannya kelak ke dunia ini. Aamiin.. Yaa Robbal 'Aalamiin..

“…. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang bertawakkal dan berserah diri”. (QS.12:67)


















Kita pernah berhenti pada detik waktu yang sama
Namun terpisah pada ruang tak sama
Kala itu kita hanya mengerti rindu
Yang melerai cinta di kejauhan tanpa temu
Mengajarkan arti setia meski harus terbakar rindu

Kini kita tak lagi mengenal aksa
Hanya terpaut suara nafas dan uluran tangan sedia menjaga
Melindungi hati dari luka
Menjaga rasa dari genang air mata
Hanya selaksa doa-doa dan cinta menguatkan kita

Salam Pena, Meidi Chandra

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Subhanallah.. Lucu dan Terharu pas baca isyarat dr seorang pengamen.. ^_^
    Bisa jd itu pengamen bukan manusia ;)

    BalasHapus

Posting Komentar

Terbaru

Latihan

Warjito (Sebuah Memori dalam Puisi)

Yang Terserak Hilang Jejak