Ketika Zero Power (Sabar-Pasrah) Ia Ganti dengan Bidadari Malam

 


05-01-2017

- True Story -

Alkisah, seminggu yang lalu, tepatnya di hari senin, jam sudah menunjukkan lampu kuning, maka segera setelah motor dinyalakan, langsung ngacir mengejar waktu masuk kantor agar tak telat parah sampai di kantor. Berangkatlah saya dengan tergesa sembari mengucap doa agar selamat di perjalanan.

Sekilas melirik indikator bensin di motor, 'ah, masih dua strip. Sepertinya masih cukup untuk perjalanan pergi-pulang kantor.

'Lho, kok tinggal dua strip?'

Sebab baru malam sebelumnya tangki motor diminumi bensin hingga tiga strip.

'Mungkin sempat digunakan adikku tadi malam, paling hanya terpakai sedikit saja,' pikirku.

Bismillah, alhamdulillah tiba di kantor dengan selamat. Lumayan kepikiran di perjalanan Cikupa-Ciledug. Sekali lagi melirik indikator bensin, masih dua strip ternyata.

'Ah, aman.'

Di waktu jeda istirahat kantor, iseng coba-coba cek isi tas dan dompet. What? Rupanya tak ada uang di sana. Hanya ada beberapa logam pecahan seratus dan dua ratus rupiah. Aduh, rupanya lupa membawa uang untuk isi bensin.

'Gimana nih kalo nanti ternyata habis bensin di perjalanan pulang?' Cilaka! (cek urang sundamah kitu).

Langsung berpikir keras. Coba obrak-abrik isi tas dan dompet sekali lagi sekadar untuk meyakinkan. Barangkali ada keajaiban. Hasilnya tetap sama, nihil. Coba pilihan lainnya.

'Aaah, iya, pinjam duit teman kantor dulu untuk berjaga-jaga.'

Baru mau melangkah, sudah dipotong panggilan adzan di masjid.

Sembari beranjak ke masjid, 'Nanti saja deh, pas pulang kerja.'

Tapi benar cilaka, malah lupa betulan pinjam uang untuk siaga dalam perjalanan. Gagal sudah plan untuk nodong pinjaman uang dari teman kantor.

Singkat cerita, selepas maghrib, tibalah waktu untuk kembali pulang ke Cikupa. Bismillah, sambil berharap motor ini hidup sampai rumah nanti, baru isi bensin. Seperti biasa, perjalanan pulang biasanya agak lebih santai. Sambil sesekali menyanyikan lagu hits tanah air agar tak melamun hilang fokus di perjalanan, sesekali pula saya melirik ke arah indikator bensin. Ketika sampai di sekitaran pertigaan Regency,

'Aduh, udah tinggal satu strip bensinnya. Baru juga sampai daerah sini. Padahal perjalanan masih jauh, masih puluhan kilometer lagi.'

Tak pikir panjang, langsung saja kuda besi dicambuk dengan gas maksimal.

'Harus ngebut nih, biar lebih hemat bensin dan tak keburu habis di perjalanan.'

Sampai Cikokol, masih aman. Sampai Cimone, masih aman. Sampai Jatake, masih aman. Sampai Bitung, masih aman. Belum ada tanda-tanda motor batuk dan cegukan indikasi bensin akan lekas habis. Sudah dekat. PeDe abis akan sampai di rumah tanpa mogok. Tapi... saat sampai di Jabarud, tiba-tiba motor mulai cegukan. Det, det, deeeet. Coba tarik ulur gas. Tiba-tiba hilang suara. Mesin mati.

'Haduuuuh, udah deket niiih. Tanggung amat mogoknya di sini. Tinggal satu kilo lagi.' Gumam di hati

Menepilah ke pinggir jalan. Gelap sekali. Sepanjang jalan Jabarud sedari dulu memang gelap kalau malam menindih. Sangat minim penerangan.

Berpikir keras bagaimana caranya motor ini bisa sampai di rumah dengan segera. Karena kanan kiri gelap, sesekali terang karena terbantu sorot tajam lampu angkot, motor, dan mobil lewat. Celingak, celinguk. Sembari motor terus dikayuh agar menepi sementara di tempat yang cukup terang oleh cahaya lampu. Coba menuju ke depan pabrik Nestle yang lumayan terang.

'Nanti sampai Nestle telepon adik di rumah deh, biař dibawakan bensin eceran agar sampai rumah.' Sabar dan pasrah saja deh dalam hati kalau nanti telepon tak diangkat. Harus dorong motor sejauh 1 Km.

Belum sampai hingga depan Nestle, dari belakang ada yang memanggil.

"Mas. Mas, motornya kenapa didorong?" Sapa seseorang di belakang.

'Kok suara cewek ya?' Sepintas berpikir dan bergumam

Dia coba mengarahkan motornya ke samping motor saya. Lalu saya menengok ke samping

'Astaga, beneran cewek ini? Cantik dan manis wajahnya. Kiriman malaikat dari mana nih?' dalam hati senang. 🙂

"Mas, kenapa motornya?" Ulangnya lagi

"Eh, iya mbak. Abis bensin" Sahutku

"Mau saya bantu dorong gak, pake motor saya? Pulangnya ke mana, mas?" Sambungnya menawarkan bantuan. Sejenak saya perhatikan, dia mengendarai motor matic dan mengenakan jaket bola. Timnas Spanyol kalau tidak keliru

"Emang mbak pulangnya ke arah mana?" Tanyaku memastikan. Agar tak keliru arah. Nggak lucu kan kalau nanti arah tujuan kita berlainan. Ya mending sendiri aja dorong motor.

"Saya orang Telaga Lestari." Jawabnya

"Ooo. Boleh deh. Searah berarti. Saya pulangnya ke situ, KM 13,8." Jawab pertanyaannya tadi

Jadilah saya yang sambil menaiki motor di dorong oleh gadis itu dengan kaki kirinya.

'Apa enggak berat ya, dia dorong saya dan kuda besi saya (Mega Pro) sekaligus?' Nanya dalam hati

Sampai depan SPBU seberang jalan

"Mas sebelah kanan bisa isi bensin tuh." Ucapnya

"Nanti aja, mbak. Di rumah isi bensinnya." Jawabku sambil menunjuk ke depan sebagai isyarat agar terus melanjutkan perjalanan

"Saya lupa bawa duit, mbak, tadi pagi sebelum ke kantor." Tambahku menjelaskan kenapa tak masuk SPBU dan isi bensin.

Mungkin karena bisingnya suara mesin kendaraan lain yang melintas dan suara saya yang kurang jelas, dia jadi tak begitu jelas mendengar ucapan terakhir saya.

Sampai di depan PT. Torabika ada jalan menanjak, lumayan curam.

'Aduh, kuat enggak ya, dia dorongnya.' Celoteh dalam hati

Benar saja, laju motor berasa tak stabil. Goyang. Dengan sekuat tenaga dia terus mendorong. Alhamdulillah bisa dilewati. Sedikit menengok ke samping saya perhatikan dia terengah-engah dan sedikit berkeringat di dahi.

Sebelum sampai di depan SPBU sebelah kiri jalan

"Mas, ada pom bnsin tuh di depan, nanti isi di situ ya." Ucapnya menyarankan sembari menurunkan kecepatan motornya

'Ah, benar. Dia tak dengar kalimat terakhir saya tadi rupanya.'

"Nanti aja, mbak. Di rumah aja. Udah deket kok, di KM situ." Sahutku menjelaskan agar melanjutkan dorong motornya.

Sedikit melewati SPBU

"Mas, maaf ya. Saya dorongnya sampai sini aja ya." Ucapnya tiba-tiba

"Aduh, itu saya udah deket kok, di situ, di KM." Ucapku sambil menunjuk ke depan. Sebab memang lokasinya sudah dekat, tinggal 50m lagi.

"Maaf, mas. Di depan saya mau ke tempat teman saya dulu soalnya." Lanjutnya

"Oh. Eh, yaudah. Makasih banyak ya, mbak, udah bantuin dorong." Balasku

"Iya, mas. Sama-sama." Tandasnya sambil berlalu

Alhasil jadi didorong juga deh si tangguh Mega Pro saya sampai rumah. Bikin keringat mengalir deras. Huahhh!

Sembari mendorong motor, jadi senyum-senyum sendiri.

'Ooo. Jadi begini balasan Allah bagi hambaNya yang pasrah dan terus menjaga sabar saat hal-hal tak menyenangkan terjadi. Sampe dikirimin bidadari malam segala buat nolongin.'

Meski kau dan aku tak sempat berkenalan, tapi cantik rupamu selaras cantik hatimu.

Thank God 💖

 


Komentar

Terbaru

Latihan

Warjito (Sebuah Memori dalam Puisi)

Yang Terserak Hilang Jejak