Anak Indonesia Itu Hebat!


19 Agustus 2017, Lebak-Banten

—True story—

Siang itu, selepas perjalanan jauh naik turun bukit, masuk ke desa-desa yang menguras fisik untuk menemani keluarga bertandang ke rumah calon besan dari adik, tepatnya di kampung Cikaak, Desa Giriharja, Lebak-Banten, saya duduk-duduk sambil ngemong jagoan di warung kecil milik si calon besan. Kebetulan tutup warungnya. Entah tutup karena hari sabtu, atau memang penghormatan pada rombongan tamu yang hadir ke rumahnya. Yang tetap dilayani adalah jual beli bensin dalam bentuk Pertamini. Karena memang cuacanya yang terik di siang bolong, jadilah saya memilih berteduh di warung itu, selain karena alasan kesehatan untuk jagoan kecil, sebab dua keluarga yang sedang berkumpul di rumah calon besan itu sedang terlibat perkelahian sengit. Tepatnya perkelahian asap rokok dari banyak individu yang sedang berbincang santai di dalam ruangan utama, alhasil penuh sesaklah ruangan itu oleh asap putih makhluk halus bergentayangan. Karena saya bukan perokok, dan karena alasan menghindari terpaparnya asap rokok, maka saya memilih mengambil jarak jauh si kecil ke luar rumah. Duduklah saya bersama jagoan di bale (meja kecil tempat duduk) warung, kebetulan ada anak perempuan sedang duduk-duduk santai di sana. Setelah ngemong beberapa saat, jagoan mulai minta dikembalikan ke bundanya. Saya panggil bundanya dengan isyarat agar ke luar rumah gantian ngemong jagoan. Karena tak ingin beranjak, jadilah anak perempuan tadi saya ajak ngobrol tentang sekolahnya. Dari pakaian olah raga yang dikenakannya, saya bisa langsung menebak kalau dia adalah anak SMP.

"Di sini pom bensin terdekat jaraknya berapa jauh sih?" Tanya saya membuka obrolan.

"Jauh, sekitar 100 kilo meter." Jawab anak perempuan tadi

"Waah, jauh banget ya. Pantesan aja banyak yang beli bensin di sini." Timpal saya atas jawaban anak SMP itu
"Trus kamu sekolahnya di mana, jauh gak dari sini?" Tanya saya melanjutkan

"Di sana, jauh." Jawabnya singkat sambil menunjuk arah kebalikan dari arah kedatangan kami sekeluarga. Itu berarti menandakan masih masuk ke dalam lagi menembus jalanan desa.

"Berapa kilo jauhnya?" Tanya saya melanjutkan

"Enam kilo meter." Jawabnya singkat

"Hah!? Enam kilo. Itu setiap hari jalan kaki?" Tanya saya kemudian penasaran

"Iya." Jawabnya kembali singkat.

Seketika saya berpikir, tadi selama perjalanan jauh ke tempat ini, jika diperhatikan memang tidak ada angkutan umum yang melintasi desa ini.

"Trus masuk sekolahnya jam berapa?" Tanya saya lagi tambah kepo

"Jam tujuh lebih dua puluh menit (07:20)." Jawabnya

"Trus berangkat sendiri apa ada bareng sama temen lainnya?" Tanya saya lagi

"Bareng temen." Jawabnya juga singkat

Lalu saya mulai membayangkan, jika masuk jam 07:20, anak ini berangkat dari rumah jam berapa ya? Jarak 6 KM tentu bukan jarak yang dekat, terlebih di pedalaman desa tanpa angkot, jalanan rusak, kanan kiri masih banyak pohon-pohon lebat dan tinggi. Dan hei, itu dilakukannya setiap hari, senin sampai jumat. Uniknya, saat ditanyakan berapa waktu tempuhnya hingga sampai di sekolah, dia tidak bisa menjawab. Jawabannya bagi saya simple saja. Pertama, dia tidak pernah tau sepagi apa dia harus bangun dan bersiap berangkat (mungkin di sini peran ibunya). Atau kedua, dia selalu berangkat pagi sekali dengan riang di hati untuk pergi ke sekolah, sehingga dia tak pernah hirau waktu yang dia tempuh untuk sampai di sekolah. Yang ada di benaknya hanya berangkat ke sekolah dan menuntut ilmu.
Luar biasa memang anak-anak Indonesia yang tinggal di desa dan jauh dari kota. Perjuangan anak perempuan itu bahkan lebih hebat dari kisah saya sewaktu masih kecil, yang setiap hari juga harus berjalan kaki untuk sampai di sekolah, mulai dari SD sampai lulus SMA. Kau sungguh hebat, nak!

Potret anak-anak sekolah dengan berbagai keterbatasan namun berjiwa hebat, tentu tak hanya itu saja. Tak hanya tentang si anak SMP tadi. Masih banyak di belahan lain nusantara ini, anak-anak usia sekolah yang punya tekad dan kemauan untuk terus menuntut ilmu dan meraih cita-citanya. Setidaknya dari yang pernah saya baca dari kisah-kisah Pengajar Muda Indonesia dalam buku Indonesia Mengajar, anak-anak di daerah terjauh sana semisal Tamaluppu, Passau, Halmahera Selatan, Bengkalis, Paser, dan lainnya, memberikan gambaran ironis, faktual, sekaligus inspiratif. Bahwa masih banyak PR besar nan kronis yang harus segera dibenahi dalam dunia pendidikan kita saat ini, mulai dari sarana prasarana di lingkungan sekolah maupun sarana penunjangnya. Juga kita masih harus tersenyum, bahwa anak-anak Indonesia adalah anak-anak yang tangguh, yang sanggup menempuh jarak sangat jauh hanya dengan modal kemauan kuat untuk menuntut ilmu. Bahkan bukan lagi dengan jarak tempuh puluhan hingga ratusan kilo meter. Ada beberapa yang mengisahkan anak sekolah di desa nun jauh di sana yang rela menempuh jarak dan waktu seharian, bahkan ada yang sampai menginap karena kendala jarak dan langkanya sekolah di desa tersebut.

Sekali lagi saya ingin mengatakan, 'sungguh kalian adalah anak-anak yang hebat dan keren!.'

Salut!

Komentar

Posting Komentar

Terbaru

Latihan

Warjito (Sebuah Memori dalam Puisi)

Yang Terserak Hilang Jejak