Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

'Mang Aca'

Gambar
  Sebut saja ia ‘Mang Aca’, lelaki yang usianya sudah melebihi paruh baya. Ia adalah seorang pedagang sate. Eh, maaf, satai maksudnya. Bisa dijewer saya nanti oleh Ivan Lanin (penulis buku Recehan Bahasa). Sebab dalam KBBI, sate bukanlah bahasa baku, melainkan yang benar adalah satai. Mungkin karena satai sudah sangat identik dan khas dengan Madura. Sehingga umumnya masyarakat lebih familiar dengan sebutan ‘sate’. Bahkan ada saja guyonan yang kemudian diplesetkan jadi ‘te sate’ meniru cara berbicara logat Madura. Entahlah. Kembali lagi ke ‘Mang Aca’. Yup, Mang Aca ini asli orang Karawang (USA), beliau sudah berdagang satai ayam beserta lontong sedari usia muda. Mungkin sudah lebih dari 30 tahun lamanya. Itu terungkap saat kami berbincang ringan pada suatu malam kala saya menunggu satai pesanan saya sedang diproses. “Mang, jualan sate dari kapan emang?” Tanya saya kala itu mengawali obrolan “Wah. Dari masih muda juga udah jualan.” “Udah berapa puluh tahun sampe sekarang?” ...

Dia Bukan Badut

Gambar
  Alkisah. Semalam, sekitar pukul 21:30 dalam perjalanan mengendarai kuda besi sehabis latihan futsal, di perjalanan pulang saya tak sengaja bertemu dengan badut (orang yang memakai pakaian ala badut) sedang berjalan dari arah bundaran 3 Citra Raya menuju ke depan, mungkin ke arah gerbang. Sontak saja ingatan saya langsung tertuju pada jagoan saya Ken, yang saat ini sedang berada di kampung. Ya, jagoan saya yang pertama itu sangat takut jika bertemu badut, diajak kenalan dan bersalaman pun dia enggan, malah teriak ‘jangan!’. Karena ingin menggoda sekaligus menciptakan kesan bahwa badut adalah teman, manusia biasa seperti kebanyakan, yang lucu sekaligus menghibur dan tidak menakutkan, akhirnya saya kepikiran ide ingin mengajak badut itu berfoto bersama untuk dikirimkan via Whatsapp. Karena sudah terlanjur melewati badut tersebut, akhirnya saya putar balik mendekati dan menunggu beberapa meter di depan jalur dia berjalan kaki. Setelah jaraknya dekat, badut itu saya panggil: “Bang,...

I and Love Poems I Read to Patter of Morning Dew

Gambar
I am Not budge behind the dark cliffs imprison the night Waiting the light tear down fallen star between moon gaze I contemplated back worn out manuscripts of Lord were scattered On the arrogant walls of the world and the theatrical of devotee of the relative paradise And along with quiet was increasingly rising Stabbing my longs chanting traces of taste in your heart niche Increasingly deep,  Increasing I could not get your love's lake place Inundate the hope despite all just present silence Melting to be struck the color of the day without light And your heart did not like transparent of my heart   I have long been intoxicated your love's wine To poison the mystery of soul and mute fragment among us Suffice love poems that i have Explain the verse of taste, settle tired of soul I would read to patter of dew in the morning In drizzle of rain and rainbow arch Or dense clouds that were quickly marching away And love,  Maybe it's ju...

Kita Adalah Sejuta Cerita

Gambar
Pernah ada sebuah ungkapan di tengah-tengah persinggungan antargenerasi yang mengatakan bahwa: “generasi 90an adalah generasi paling emas dan bahagia”. Bagi sebagian generasi yang lahir dan besar setelah era 90an, ungkapan itu tentu keliru. Mereka beranggapan bahwa generasi paling berbahagia adalah generasi 2000an atau generasi milenial, sebab di era tersebut segalanya mudah sekali didapatkan. Mulai dari akses pendidikan yang lebih mudah, lengkap dengan aneka peralatan pendukungnya, akses internet, telepon pintar (Hp), infrastruktur teknologi, bahkan digitalisasi transfer ilmu. Tetapi saya tentu merupakan satu dari sekian banyak orang yang masih menyepakati bahwa  generasi yang tumbuh di era 90an adalah generasi emas terbaik, bahkan paling berbahagia. Apa sebab? Check this out. ·          Sekolah Tanpa Hp Bisakah kawan sekalian membayangkan generasi saat ini hidup tanpa alat bantu berukuran kecil yang lekat di tangan dan selalu setia dipandan...

Lelaki yang Membawa Mimpi ditengah Pandemi

Gambar
Lelaki itu bernama Dimas Tetap berangkat bukan untuk mencari emas Pagi hari ke sekolah ia bergegas Menjemput ilmu yang tak didapatkannya Dari ruang internet sungguh bernilai hampa Bagi garis hidup belum berpihak baik padanya Di sekolah ia hanya disambut kepala sekolah dan guru Tak ada kawan-kawan biasa membawa haru biru Sendiri berteman papan tulis dan buku-buku Rupanya pandemi menyisakan pilu Bagi banyak mereka yang tak mampu Dengan tabah harus memeras rindu Hanya bisa menikmati pendidikan lewat sebuah temu Ayahnya hanya seorang nelayan Ibunya buruh pengering ikan Gawai dan kuota terlampau mahal dibelikan Seliter beras lebih berharga di hadapan Melewati pelik masa pandemi entah sampai kapan Corona memang memaksa sebuah keadaan Aturan-aturan baru ikut diberlakukan Tapi pendidikan tak seharusnya menjadi ironi tragedi Bagi mereka yang datang membawa mimpi-mimpi #AnakHebat #DimasIbnuAlias

Corona Virus III

Tempo hari berapi ucap ‘perang lawan Corona’ Kemarin mengajak ‘berdamai dengan Corona’ Tempo hari bilang ‘jangan mudik, di rumah saja’ dengan PeDe Kemarin berkata ‘tengah menyiapkan pelonggaran PSBB’ Rakyat bingung Kepala Negara linglung Setiap hari kasus terus menggunung Tapi kebijakan mudah sekali limbung Seperti tak tahu hendak kemana semua berujung Corona tak terlihat mata Menggelisahkan orang dimana-mana Kebijakan sering berubah seketika Merisaukan semua Hingga mungkin mulai tak dipercaya Tak peduli segala imbauan di depan mata Di Soetta berdesak manusia Hilang Physical Distancing Di Sarinah tumpah manusia Lenyap Social Distancing Coba menghitung kancing Kapan angka kasus baru menukik hening Tapi cicak-cicak di dinding Malah tertawa terkencing-kencing Bila aturan sungguh membingungkan Bila kedisiplinan sulit ditegakkan Beradu dalam ruang pandemi kepanikan Kesalahan demi kesalahan Hanya menambah angka tak berkesudahan ...

Corona Virus II

Negara nampak tidak waspada Beberapa kasus santai saja Puluhan kasus tenang saja Ratusan kasus mulai buka mata Puluhan ribu kasus seperti terlambat semua cara Sebab Corona PHK menggurita Kejahatan merajalela Pendidikan tertunda Keluarga kian aksa Dicekal tetap di rumah saja Masalah baru sungguh datang tak disangka Rumah-rumah suci Mulai menyimpan iri Pada pasar sayuran dan sembako pagi hari Pada pasar tumpah sore hari Tetap ramai dikunjungi Sementara shaf-shaf perlahan sepi Meski seruan silih berganti Duhai nona Corona Bila engkau adalah sebentuk ujian nyata Maka biarkan sejenak manusia henti dari segala Dunia tak lain hanyalah dusta Pada-Nya kembali segala puja-puji dan doa Kekacauan kiranya lekas Ia ganti kemenangan nyata Bahagia semesta raya Tangerang, 14 Mei 2020

Corona Virus I

Dunia jungkir balik Makhluk kecil berlagak tengik Menjelma pandemik Menebar panik Rumah-rumah suci Berkawan sepi Tubuh-tubuh menepi Memilih kembali Tak ada pesta pora Tak pula sepakbola Seluruh mata semua berita Laris menjual Corona Dunia jungkir balik Makhluk kecil kian berlagak tengik Menjelma Psikosomatik Menebar toksik Istana-istana belanja Beranjak sunyi tanpa sisa Bukan sedang hari raya Tapi hari sedang bahaya Tak guna obral harga Tak pula diskon manja Isi kantong mendadak hanya tergoda Pada hand sanitizer dan masker di muka Hai nona Corona Tetaplah menjauh di sana Jangan coba-coba mendekat Kau dan aku bukan 'muhrim', bukan pula sahabat                                                  ...