Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2014

Puisi Dalam Sebuah Catatan Kritis

Gambar
Tulisan ini tidak sedang memuntahkan teori. Pun tidak sedang menggurui. Terlebih menghakimi. Tapi rasanya, jemari ini memang sudah terlalu gatal ingin menuliskan hal penting perihal puisi dalam tinjauan tak biasa dunia sastra. Tak hanya beralasankan karena kecintaan saya pada puisi, tapi memang ada aspek menarik yang harus tuntas dikuliti. Detik ini. Let’s begin!! What’s the Meaning of Poem? Hingga detik ini, saya selaku penulis puisi tak pernah menemukan tafsir aklamasi mengenai apa itu pengertian puisi. Setiap kepala pemuisi akan mengemukakan hal berbeda perihal tafsirannya atas pengertian sebuah puisi. Lantas, apa itu puisi? Mari kita kupas. Pertama , puisi berasal dari bahasa Yunani kuno ( poieo / poio = i create ) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. ( wikipedia ). Di sini kita bisa membuat batasan, bahwa puisi sangat tergantung pada bahasa sebagai elemen terpenting terciptany...

Genious Writing

Konsep “menulis jenius” ( genious writing ) ini penulis formulasikan sebagai salah satu kiat kepenulisan dengan gaya bebas, namun sebaiknya tetap memperhatikan selera pasar dan pembaca yang hendak dibidik. Sederhana saja, intinya kita boleh menulis bidang apapun, asalkan kita mengetahui teori dan memiliki pengetahuan serta pengalaman di bidang tersebut. Salah satu penulis pesar Indonesia yang terkenal menganut konsep ini adalah Ir.Soekarno. Beliau sukses menulis banyak buku yang didukung berbagai teori dari multidisiplin ilmu, meskipun beliau seorang arsitek. Karya-karyanya antara lain : Delapan naskah Tonil (berjudul: Rahasia Kelimutu, Rendo, Julia Gubi, KutKutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit, dan Dr Setan), Indonesia Menggugat (108halaman), Ilmu dan Perjuangan (126 halaman), Membangun Dunia yang Baru (94halaman), Sarinah: Kewadjiban Wanita dalam Perdjoeangan Repoeblik Indonesia (329 halaman), Di Bawah Bendera Revolusi (jilid pertama 631 halaman, jilid ked...

Puisi : Eksistensi Dialektika Nurani

Gambar
Setiap orang tentu punya akal dan jiwa, terlebih hati nurani. Ya, itulah kiranya yang menandakan manusia sebagai makhluk berbeda dari makhluk ciptaan lainnya. Itu pula yang menjadikan manusia sebagai ciptaan Tuhan paling paripurna, paling sempurna. Manusia dibekali hati untuk merasa, manusia diberkahi rasa untuk menilai. Manusia berguna, adalah ia yang mampu memaksimalkan ciptaan Tuhan yang melekat padanya. Mampu menghadirkan sesuatu yang memiliki nilai tak sama, berbeda, bermakna. Dalam dunia literasi, sastra khususnya, puisi masih menjadi bagian penting tak terpisahkan dari semangat berkarya dan menanamkan eksistensi diri. Berkarya melahirkan gagasan ke dalam tulisan. Menulis menegaskan ada -nya si penulis dalam eksistensi tulisan-tulisan yang ia tuang. Tak jarang, puisi terlahir dari pusaran jiwa yang tak lagi mampu tertampung dalam kubangan dialektika nurani. Tak lagi sanggup menahan ledakkan emosi yang dikerangkeng kuat oleh rasionalitas sikap dalam diam. Pun ol...

RESEP MENULIS BAGI PENULIS-PENULIS MUDA

Gambar
Ada beberapa resep menulis bagi Anda penulis-penulis muda dari seorang Fira Basuki, penulis produktif yang telah banyak melahirkan karya tulis terbaik (best seller) dan banyak mendapatkan penghargaan nasional-internasional. Saya kutip dan ketik ulang dari buku terbarunya berjudul FIRA DAN HAFEZ yang baru terbit tahun 2013 ini. Selamat membaca. Berikut beberapa poin penting resep menulis itu: Menulislah dari hati. Tanpa paksaan. Menulis tanpa keinginan terselubung, misalnya semata-mata ingin terkenal tanpa kerja keras dan kontinuitas. Anggap saja terkenal itu bonus dari Tuhan. Apalagi jika dijadikan tujuan utama, pasti akan stres. Banyak penulis muda berjaya di buku pertama dan dipuja-puji karena banyak pembacanya, lalu ia menghilang karena tidak sanggup lagi berkarya. Habis-habisan di karya pertama, lalu stres, dan vakum. Menulis kok dijadikan beban. Tanya ide dari mana? Kalau dari rumah saja tidak ke mana-mana dan tidak bergaul dengan siapa-siapa, pun tidak baca ...

Ibu dan Fragmen Hikayat yang Menjadi Tebing-Tebing Kalbu

Gambar
Fragmen hikayat itu kini telah menjadi ayat Guratkan larik-larik testamen di antara air mata dan selaksa kenangan Tentang ibu dan petuah yang menjadi tebing-tebing kalbu Menerungku jiwa dari bisikan agitasi Membui raga dari laku yang menjadi cela Ibu . . . Lama sudah engkau rapalkan bait-bait sabar Pada telapak tanganmu yang kini menjadi kasar Gontai menuntun usia kecilku acuh tak mendengar Menjadi epigram disepanjang noktah khilaf melagam Dan engkau, Tak pernah jemu selipkan doa disetiap sujud malammu pada-Nya Untuk anakmu yang kelak tumbuh dewasa Robohkan tembok-tembok angkuh menggapai asa Cukup sudah engkau endapkan kalimat-kalimat dustur Dari lisanmu menerangi jejak-jejak langkah penuh syukur Hujamkan nasihat penuhi hari mencandu ridho ilahi Mengabdi tulus disepanjang usia direnggut buaian delusi Dan engkau, Tak pernah henti ajari kalbu bertawajuh pada kuasa-Nya Menerjang riak ombak menakluk eksamen hidup Runtuhkan tugu-tugu dursila yang menjadi sembilu Ibu...

Ada Rindu Di Langit Hatimu

Di langit hatimu ada rindu yang coba sembunyikanku dari tatap mata Atau lembut manja suaramu menjelaskan pinta hadirku di pelukan nyata Padahal, kala itu kita pernah menertawakan masa depan yang terlampau aksa Sebab jarak tak pernah bisa merampasmu dariku meski sekejap mata Dan, kini semua hanya sekumpulan puzzle cinta Yang masih kita syukuri sebagai episode terbaik takdir-Nya                                    Tangerang, 27 Oktober 2014                                 

Bukankah Kita Pemuda Bangsa?

Gambar
Pendulum waktu kini telah mati Terbunuh langsir noktah legam negeri ini Indonesia, dan enigma di balik efusi tangis pertiwi Mencabik lara kaum tak beralas kaki Di sana, Di balik tembok-tembok kekar membui mimpi Di sini, Di balik sayup-sayup layuh pemuda bangsa kini Mereka yang berdasi Nyatanya sungguh tak berbudi Mereka yang korupsi Tak ayal dipenggal tajam delusi Melempar alibi lompati detik-detik eksekusi Mereka yang berwajah suci Hanya dusta pun lupa tembuni ibu pertiwi Berpesta pora di atas tilam-tilam aberansi Episode kelam kini tak lagi asing Terbiasa bertahta di tengah carut-marut negeri tak bergeming Terkesiap menatap tingkah polah pejabat-pejabat maling Tersandera perut-perut buncit si tebal kuping Hukum, Sosial, Politik, Seperti dagelan catur menggelitik insting Menerka-nerka ke mana lagi dosa-dosa itu menggelinding Bukankah kita pemuda bangsa? Lantas mengapa masih tertawa di tempurung yang sama? Di lingkaran gulita kebodohan dan kemiskinan mengan...

Kesaksian Batu Nisan di Tanah Penguasa Negeri Tersandera

Gambar
Mati . .!!! Lagi-lagi kabar itu terdengar Tergurat di bait-bait lusuh surat kabar Petaka yang menikam nurani benamkan gusar Di retak-retak rasa memantik murka Oleh aberansi tak henti suguhi lakon-lakon banci Sembunyi di ketiak penguasa gadaikan harga diri Di lembar-lembar uang panas lakumu yang culas Sementara di sana, di antara dengkuran bilik desa Si miskin masih saja ratapi cermin Menatap diri tangisi hari kemarin Dipenggal bilur-bilur takdir mereka Terlalu . .!! Air mata itu letih menjadi angin lalu Setiap hari terjurai deraian duka Mengemis iba di antara besi-besi keranda tua Hujamkan luka semakin menganga Dan getir hidup jadi candu sisa usia Merajah di sekujur daksa yang bindam Mereka, dan nyawa yang lenyap dicabik taring-taring kuasa Wahai penguasa negeri tersandera Masihkah kalian bungkam samarkan buram? Tentang mereka dan nasi aking dilahap nikmat bersama garam Atau batu-batu nisan yang menjadi saksi acuhmu tuan Tak peduli lenguh nadi sekarat Direng...

Tentangmu Yang Telah Pergi

Merah itu menghitam Mengantarmu pada tanah dan rumput semayam Sementara aku tak bisa memutar waktu yang terdiam Mengelak dari bisik pagi yang membawakan kabar muram Tentangmu yang telah pergi bersama hatiku kelam Bungkam Pagi itu penuh duka Tersengat sesal tertinggal di dinding-dinding lara Tak sempat aku menemuimu di penghujung usia Sementara suara beratmu selalu mengusikku selepas tiada Teringat saat-saat terakhir kita berbagi secuil tawa Redakan sejenak sakit di dadamu menahan batuk tak pernah jeda Rupanya itulah kali terakhir kita bercakap mesra Sebelum Tuhan memelukmu damai ke dalam surga-Nya Kawan Bukankah engkau pernah berjanji padaku? Akan kembali membunuh tabir mimpi itu Bertandang lagi ke halaman kampus Ciputat dengan tekadmu Menuntaskan ambisi Sarjana yang menggelayuti khayalmu Sebab engkau mulai bosan tuk menunggu Mendengarkan sindir-sindir motivasi dari bibirku Tuhan Mungkin Engkau terlalu cepat memberi titah Mengambilnya sedari muda dengan serpihan kisah Atau aku dan mer...

Warjito (Sebuah Memori dalam Puisi)

Gambar
Dalam sudut pandang saya, mengenal sosok Arji adalah anugerah. Ia adalah salah satu kader terbaik yang pernah saya kenal. Sosok yang sederhana, super aktif, kritis, suka baca buku, smart , punya rasa ingin tahu yang luar biasa, teguh pada pandangan/penilaiannya (meski terkadang menjengkelkan), bersedia menerima nasihat dan bimbingan seniornya. Lebih dari itu, ia pun sosok yang puitis, meski tak banyak yang tahu soal itu. Sikapnya yang calm , menenggelamkan sisi berapi-apinya dalam berargumen di arena diskusi, karena (setahu saya) dia adalah pribadi yang sulit dipotong sejenak manakala sedang berbicara. Dimensi puitis itulah yang masih terekam jelas dalam benak saya selama ini. Tahun 2007 lalu, saya bersama  beberapa kader pilihan menginisiasi berdirinya Lembaga Sastra Tinta, antara lain: Warjito, Imamul Hafidin, Rini Setiani, Tole, Viva Faronika, Irma Tazkiyya, Mayang Maharani, dan lainnya. Dalam kurun 2 tahun pasca berdirinya lembaga tersebut, telah banyak ...

Kembali Memetik Detik Diperjamuan Ramadhan-Mu

Gambar
Langsir semesta kikis usia Seiring ekliptika hantarkan senja di langit jingga Kembali lesap di penghujung gelap Bersama renung jiwa di balik semburat malam yang meraja Pada bait-bait enigma hidup Pada leret peristiwa kecil yang terkantup Oleh delusi dunia dan surga-surga ilusi Membui akal guratkan cela di atas catatan kekal Noktah dosa semakin menghitam tebal Kini, Lekas bersua di hadapan gapura cinta menganga Memetik aliran detik yang teramat berharga Kembali diperjamuan ramadhan-Mu penuh dahaga Di ruang-ruang masjid penuh gembira Dilembar-lembar Qur’an yang terbaca Dibisik lapar dan haus yang menggoda Atau sekadar dengkuran tidur yang bernilai pahala Luruhkan ranting-ranting dosa yang lama menjadi cela Dan kini, Di langit-langit gelap pagi yang lelap Tak akan lagi rayuan dusi kuasa menyergap Menghantar aroma nikmat menampar dinding-dinding kamar Sajikan nikmat sahur di beranda hangat keluarga tercinta Sempurnakan niat merajut bilik-bilik hasrat Sebulan utuh ...

Lelaki Inggris & Syaikh (Sebuah Dialog)

Gambar
Lelaki inggris bertanya: "kenapa dalam Islam wanita tidak boleh jabat tangan dengan pria?" Syaikh menjawab: "bisakah kamu berjabat tangan dengan ratu elizabeth?" Lelaki inggris menjawab: "oh tentu tidak bisa! Cuma orang2 tertentu saja yang bisa berjabat tangan dengan ratu." Syaikh tersenyum dan berkata: "wanita-wanita kami (kaum muslimin) adalah para ratu, dan ratu tidak boleh berjabat tangan dengan pria yang bukan mahramnya." Lalu si inggris bertanya lagi: "kenapa perempuan Islam menutupi tubuh dan rambut mereka?" Syaikh tersenyum dan punya 2 permen, ia membuka yang pertama terus yang satu lagi tertutup. Dia melempar keduanya ke lantai yang kotor. Syaikh bertanya: "jika saya meminta anda untuk memilih satu permen, mana yang anda pilih?" Si inggris menjawab: "yang tertutup.." Syaikh berkata: "itulah cara kami memperlakukan dan melihat perempuan kami."

Engkaulah

Dan rinai hujan pun menangis menghampiri kekasihnya Malam, yang lama dirundung panas menganga Sebab kutahu Engkaulah Sang Pemberi Rahmat itu