Ibu dan Fragmen Hikayat yang Menjadi Tebing-Tebing Kalbu
Fragmen hikayat itu kini telah menjadi ayat
Guratkan larik-larik testamen di antara air mata dan selaksa kenangan
Tentang ibu dan petuah yang menjadi tebing-tebing kalbu
Menerungku jiwa dari bisikan agitasi
Membui raga dari laku yang menjadi cela
Ibu . . .
Lama sudah engkau rapalkan bait-bait sabar
Pada telapak tanganmu yang kini menjadi kasar
Gontai menuntun usia kecilku acuh tak mendengar
Menjadi epigram disepanjang noktah khilaf melagam
Dan engkau,
Tak pernah jemu selipkan doa disetiap sujud malammu pada-Nya
Untuk anakmu yang kelak tumbuh dewasa
Robohkan tembok-tembok angkuh menggapai asa
Cukup sudah engkau endapkan kalimat-kalimat dustur
Dari lisanmu menerangi jejak-jejak langkah penuh syukur
Hujamkan nasihat penuhi hari mencandu ridho ilahi
Mengabdi tulus disepanjang usia direnggut buaian delusi
Dan engkau,
Tak pernah henti ajari kalbu bertawajuh pada kuasa-Nya
Menerjang riak ombak menakluk eksamen hidup
Runtuhkan tugu-tugu dursila yang menjadi sembilu
Ibu . . .
Izinkan raga tuluskan bakti abdikan diri
Menjaga hari-hari tuamu di antara senyum yang rekah
Meski keriput tampak lekas hiasi kulitmu
Meski uban tampak lebat penuhi rambutmu
Tanggalkan satu-persatu laju usia yang masih tersisa
Dalam balutan cinta atas kasihmu disaat riang kecilku
Tak lekang dilumat gerigi waktu hingga dewasaku
Meski tak tahu kapan saatnya tinta epitaf tuliskan namamu
Namun doa-doa kecil ini akan selalu luruhkan kealpaanmu
Di atas sajadah malam titipkan amnesti dosa pada Sang Pencipta
Untuk kutukar istana surga teruntuk ayah dan ibu tercinta
Ciledug, 28 Mei 2012
================
Puisi ini dimuat dalam buku Antologi Puisi Kasidah Cinta Ibu
Guratkan larik-larik testamen di antara air mata dan selaksa kenangan
Tentang ibu dan petuah yang menjadi tebing-tebing kalbu
Menerungku jiwa dari bisikan agitasi
Membui raga dari laku yang menjadi cela
Ibu . . .
Lama sudah engkau rapalkan bait-bait sabar
Pada telapak tanganmu yang kini menjadi kasar
Gontai menuntun usia kecilku acuh tak mendengar
Menjadi epigram disepanjang noktah khilaf melagam
Dan engkau,
Tak pernah jemu selipkan doa disetiap sujud malammu pada-Nya
Untuk anakmu yang kelak tumbuh dewasa
Robohkan tembok-tembok angkuh menggapai asa
Cukup sudah engkau endapkan kalimat-kalimat dustur
Dari lisanmu menerangi jejak-jejak langkah penuh syukur
Hujamkan nasihat penuhi hari mencandu ridho ilahi
Mengabdi tulus disepanjang usia direnggut buaian delusi
Dan engkau,
Tak pernah henti ajari kalbu bertawajuh pada kuasa-Nya
Menerjang riak ombak menakluk eksamen hidup
Runtuhkan tugu-tugu dursila yang menjadi sembilu
Ibu . . .
Izinkan raga tuluskan bakti abdikan diri
Menjaga hari-hari tuamu di antara senyum yang rekah
Meski keriput tampak lekas hiasi kulitmu
Meski uban tampak lebat penuhi rambutmu
Tanggalkan satu-persatu laju usia yang masih tersisa
Dalam balutan cinta atas kasihmu disaat riang kecilku
Tak lekang dilumat gerigi waktu hingga dewasaku
Meski tak tahu kapan saatnya tinta epitaf tuliskan namamu
Namun doa-doa kecil ini akan selalu luruhkan kealpaanmu
Di atas sajadah malam titipkan amnesti dosa pada Sang Pencipta
Untuk kutukar istana surga teruntuk ayah dan ibu tercinta
Ciledug, 28 Mei 2012
================
*Persembahan
Khusus bagi Segala Pengorbanan Waktu, Keringat, dan Kasih Sayang Bunda.
Untuk Petuah dan Nasihat yang kelak menjadi Ayat. Untuk Kesabaran dan
Kebijaksanaan yang kelak menjadi Kebanggaan. Untuk Keikhlasan yang kelak
menjadi Kesyukuran. Untuk semua yang pernah engkau berikan. Semua itu,
hingga hari ini, dan sampai kapanpun. Tak akan pernah tergantikan dan
terbayarkan oleh dunia dan sisa laju usiaku. Terima Kasih Ibu, Terima
Kasih Bunda. Doa-doa kecilku akan selalu menemanimu kini, esok, dan
selamanya.
================Puisi ini dimuat dalam buku Antologi Puisi Kasidah Cinta Ibu
Komentar
Posting Komentar