Dalam perjalanannya, bisa dikatakan menulis tak pernah menjadi pekerjaan yang mudah. Selalu ada pengalaman dan rintangannya sendiri. Selalu ada liku, duka, dan kesenangannya sendiri. Tapi di sanalah letak asyiknya menjadi seorang penulis. Selalu ada ruang yang begitu besar untuk terus belajar, menjadi diri sendiri, berani menuangkan ide, menawarkan gagasan pun memberikan warna yang berbeda. Saya sendiri dalam perjalanan panjang kepenulisan lebih banyak belajar secara otodidak. Mulai serius mendalami sastra puisi sejak di dunia perkuliahan, tepatnya sejak aktif di organisasi ekstra kampus IMM Ciputat. Meski bertumbuh di lingkungan yang kental dengan dunia menulis dan literasi, serta dibekali jejak para senior dan kawan yang sangat produktif menulis di media massa, tapi saya akhirnya lebih memilih jalan sunyi. Banyak membekali diri dari buku-buku sastra yang dibaca, baik cerpen, novel, fabel, maupun puisi. Tapi tentu tak hanya buku sastra, buku dengan topik sains, sosial, budaya, sampai...
Setiap orang tentu punya akal dan jiwa, terlebih hati nurani. Ya, itulah kiranya yang menandakan manusia sebagai makhluk berbeda dari makhluk ciptaan lainnya. Itu pula yang menjadikan manusia sebagai ciptaan Tuhan paling paripurna, paling sempurna. Manusia dibekali hati untuk merasa, manusia diberkahi rasa untuk menilai. Manusia berguna, adalah ia yang mampu memaksimalkan ciptaan Tuhan yang melekat padanya. Mampu menghadirkan sesuatu yang memiliki nilai tak sama, berbeda, bermakna. Dalam dunia literasi, sastra khususnya, puisi masih menjadi bagian penting tak terpisahkan dari semangat berkarya dan menanamkan eksistensi diri. Berkarya melahirkan gagasan ke dalam tulisan. Menulis menegaskan ada -nya si penulis dalam eksistensi tulisan-tulisan yang ia tuang. Tak jarang, puisi terlahir dari pusaran jiwa yang tak lagi mampu tertampung dalam kubangan dialektika nurani. Tak lagi sanggup menahan ledakkan emosi yang dikerangkeng kuat oleh rasionalitas sikap dalam diam. Pun ol...
Kau tiba-tiba menghilang Di belantara pelarian tanpa ujung juang Mengendap dari rumah ke rumah mengelak dari bidik peluru yang garang Ingin segera menumpasmu dalam sekali tarikan pelatuk muntahkan peluru menerjang Kau tiba-tiba lenyap Membawa bara di bait sajak-sajakmu mewakili lantang ucap Melawan bengis tirani dengan keberanian paling siap Ajal dipertaruhkan di setiap jengkal langkah tak mengenal tiarap Meski kau adalah orator ulung yang seringkali tergagap Entah kau diculik mungkin pula dibunuh dimusnahkan Bersama cekam kerusuhan kala itu yang menyakitkan Tubuh-tubuh tumbang berserakan di medan perjuangan Rupanya reformasi datang terlalu lamban Sebelum kau benar-benar teriak di atas mimbar kebebasan Menyuarakan kembali sajak-sajakmu telah tiba di gerbang impian Hingga hari ini Hanya catatan-catatanmu yang tetap bertahan Di lorong-lorong gelap penindasan atas nama kekuasaan Menggelorakan api perlawanan Meski jasadmu tak pernah ditemukan ...
Komentar
Posting Komentar