Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2015

Si Tua Renta

Angin malam Melucuti tubuh Mencabik paru-parunya yang layuh Renta oleh leret usia kian menua Terpahat jelas di keningmu Benturan dan hempas kerikil-kerikil cobaan Tergurat sudah di hitam legam bahumu Terik mentari yang menjadi harga diri Menyengat sabar dan syukurmu Berjuang taklukkan getir menumpas riak-riak takdir Dan tubuhnya adalah karang Terkikis riak waktu Tergilas noktah kelabu Terhempas ke tepian abai mata tertuju Di bawah daun rindang ia tertidur Di selasar kotor ia terbujur Di lelapnya malam ia tersungkur Tercekat letih tak jemu menindih Mendekap sekotak jualan tak habis dijaja seharian Hingga celoteh pagi mengetuk hari Seirama kepodang mulai bernyanyi Sadarkan kantuk sudahi ringkuk Kembali menantang dunia sekuat raga Meski gontai berlari diterabas laju usia Dan esok, Semoga engkau tak lagi jelata Sebelum sajak ini berhenti bercerita Tentangmu di sana, di sudut-sudut kota tak terbaca ------ Tangerang, 11 Oktober 2012

Menuliskan Seteguk Cinta

Pada sajak yang tak henti beranjak Menukil ayat-ayat kecil Tuhan yang terserak Pada bait-bait puisi yang menjadi saksi Senandung renung ketukan lirih ilahi Pada duka peristiwa jalanan Pada rinai hujan tak bertuan Pada embun pagi di dedaunan Pada celoteh kepodang menanti siang Pada senja menggulung mentari Pada malam menutup hari Biarkan tinta ini menari Menuliskan seteguk cinta di hati Mengabarkan setetes lautan kasih ilahi robbi ------ Tangerang, 17 Oktober 2012

Kita Hanya Sedikit Peristiwa

Dan hujan pun mengerti Resah bumi lelah menanti Seribu laksa rinai hujan basuh jalanan Di hamparan tanah-tanah berdebu Di jalan becek yang mengusik rindu Ada riang kembali di sana Di rerumputan basah kini tertawa Di antara nyanyian burung yang bermanja Atau di lengkung pelangi yang lekas tiada Sejenak saja hadirkan pesona Tuhan di langit senja Dan kita pun terkadang lupa Ada sabar yang hilang ditelan lidah-lidah kelakar Hanya tersisa ludah-ludah si penjamah lapar Di hutan-hutan tak lagi kekar Di parit-parit desa tak lagi pugar Di bilik-bilik rumah tak berdamar Dan kita pun terkadang angkuh Ada syukur yang tak lagi hinggap di antara tafakur Menyelinapi sepenggal pagi dan malam sejenak tersungkur Panjatkan bait-bait doa yang lama terkubur Tergilas laju waktu dan irama dunia penuh lacur Dan kita Hanya sedikit peristiwa Ada, niscaya tiada ------ Tangerang, 19 Oktober 2012

Tak Pernah Ada Untuk Tak Saling Mencinta

Detik waktu Mengeja cinta di tepian hatimu Seperti debu Terhempas keliru mengendap di relungmu Seperti kita Hanya tertinggal sebongkah tanya Masihkah cinta selalu kau baca? Dari sudut rasa penuh dusta Bahwa kita tak pernah ada untuk tak saling mencinta Selamanya ------ Tangerang, 2 November 2012

Tentangku, Tentangmu

Tiada batas di antara kita Hanya rindu kini mulai terbata Tecekat rasa, liar mencari jawabnya Dan bisu kian membatu Menanti sebait kalimat yang kau tunggu Seirama lelah degup jantungmu Tentangku, Tentangmu ------ Tangerang, 2 November 2012

November Rain

November rain Rintik itu kembali memercik Memeluk semesta menghitung detik Tersaji bumi dingin mencekik Dan hujan perlahan mengintai Di antara desau daun yang melambai Mencekal riuh jalanan kian gontai Dan jiwaku semakin takjub Menikmati syair-syair Tuhan di sana Di pekat awan yang menghitam Di rinai hujan membasuh alam Atau di lengkung pelangi yang menghujam Menabur berkah rahmat ilahi Mengunyah bait-bait elegi Dan kasih-Mu, tak pernah jemu Engkau beri ------ Tangerang, 3 November 2012

Sekepul Nikmat Dunia

Asap itu Mengurung segenap amarah paru-paru Membunuh setiap jengkal kanan-kiriku Di antara kelakar mengiris waktu Di antara himpitan jemari beradu Di sela istirahat wajah-wajah abai itu Rokok, racun, badzir, kematian Bukankah detik terlalu berharga? Untuk kau tukar sebatang nikmat kepulan asap Bukankah tubuh teramat kau lupa? Untuk kau jaga amanat dari-Nya Bukankah rupiah keliru kau buang percuma? Untuk kau bakar serupa racun-racun kertas meraja Dan bukankah nisan masih bersuara? Tentang nyawa lekas dipenggal pisau gunting operasi Hanya tersisa tangis yang menjadi api Sebatang itu, sebungkus itu Mungkin hanya sekepul nikmat dunia ------ Tangerang, 7 November 2012

Sekolah Kandang Kambing

Sekolah itu Menganga tak berpintu Di tepian negeri tak beribu Di tengah desa tertinggal bisu Tentang mereka, si pejuang kecil penimba ilmu Berteman dua meja berbagi jenaka Berbagi dua bangku berdesak-desak nelangsa Tiada tembok beton perkasa menjaga Tiada atap sejuk setia siaga Tiada lantai berbagi getir sahaja Hanya bilik bambu mencambuk malu Hanya papan tulis-kapur menggurat pilu Hanya merindu tangan-tangan dermawan datang dan bantu Kandang kambing pun jadi sebutan Mencibir keras pejabat karbitan Duduk manis nimati culas jabatan Lupa warna tanah, lupa bait sumpah atas nama Tuhan Inilah negeri pesakitan Masih saja pendidikan sekadar lalapan Masih saja kebodohan sebatas tontonan Sementara kantong-kantong tuan semakin terisi Sementara tangis kian nyaring mencekik kaum tak beralas kaki ------ Tangerang, 9 November 2012

Syahadat Di Bumi Palestina

Tangis itu Memecah bumi di antara langit kelabu Di bumi syuhada Palestina Di bentang darah Jalur Gaza Kini tersisa rintih kepal membara Menggurat legam duka di antara epitaf pun bandusa Tubuh itu Seperti buih berhamburan Layuh diberangus ledakan kematian Gugur diregang malam yang menjadi terban Israel dan ironi terkubur mati Di antara air mata yang menjadi api Nyawa itu Mengabarkan luka-luka bisu Balita, remaja, dan wanita diterjang panas mesiu Di reruntuhan tembok-tembok berdebu Di jalan-jalan petaka melumat pilu Dan dunia, masih saja bungkam dan gagu Laskar itu Tak akan pernah hentikan langkah Tak surut nyali melawan mati Demi berkibar kalimat-kalimat suci Di bentang panji-panji jihad ilahi Robbi Syahadat di bumi Palestina ------ Ciledug, 19 November 2012

Tahu Dan Tempe

Tahu dan Tempe Lenyap sudah hadirmu di sana Di sudut-sudut warung nasi yang tak lengkap Di atas sajian meja sahur dan buka puasa yang ratap Atau di ramai pasar tradisional yang tiba-tiba lesap Terkubur bersama riuh aksi protes Atas kebijakan tuan-tuan pejabat yang tak beres Tahu dan Tempe Aneh rasanya nasi tanpa lezatmu Terbiasa bangsaku melahap nikmat puasi hasrat Meski hanya asin dan gurih yang terlewat Diantara kunyah tak berkuah Cukuplah buat mereka kenyang di atas resah Kembali lupakan getir tegar melangkah Tahu dan Tempe Mungkin hanya sedikit risau Terlukis di wajah mereka yang bilau Terbunuh oleh mandulnya taring pemerintah yang kacau Tak mampu suguhkan damai bagi negeri Negeri tanpa bakti pada pertiwi Dan esok pastilah jadi hidangan basi Berita hangat yang lantas tak pernah jadi arti

Seperti Engkau

Seperti jingga Luluhkan terik di bentang sore meraja Melumat pelita berganti malam dan lilin-lilin buta Terangi dawai jiwa dilebur mimpi dusta Seperti embun Menetes resap ke pusara telaga Berbagi sejuk menumpas cekik dahaga Menyemai kasidah Tuhan di sepanjang sajadah dunia Memetik hikmah butir-butir rahmat-Nya Seperti ibu Memapah langkah menapak gita cita Mengenyam petuah bijak merapal senandung asa Tak henti menggema langit-langit jenaka Seperti engkau Bersemayam di relung hati dan cinta Tentang bakti tak pernah tuntas diterjang batas usia Tentang jasa tak terbalas darah pun lautan airmata Tentangmu yang menjadi bidadari titipan surga ------ Tangerang, 22 Desember 2012

Di Relungku

Rindu Kini menjadi butiran debu Tertinggal senyum di lembaran waktu Ketika degup rasa menyiksa kalbu Ketika hati tak henti berkisah tentangmu Cinta Kini menjadi serpihan candu Tertinggal sepi di rekah jiwa tanpamu Ketika sajak-sajak rindu ditelan detik bisu Ketika rekah cintamu bersemayam manja di relungku ------ Tangerang, 26 Desember 2012

Rindu, Semoga Eangkau Tak Lantas Berlalu

Rembulan Rupamu tak nampak di lesung langit Tak jua hadir di busung bumi Terbias pekat labuhkan kesumat Di antara petir memecah tabir Menuntun awan di tepian lamunan Gemintang Pijarmu sembunyi di balik kelabu Seperti enggan berbagi seteguk sayu Terbunuh gigil malam kian memburu Di antara gerimis terjatuh ritmis Mencuri canda di secarik kisah tertinggal tanya Rindu Semoga engkau tak lantas berlalu Bersemayam lekat di bilik kalbu Biarlah malam melumat gerigi waktu Agar lekas kucumbu pagi setia menunggu Kembali memetik detik irama degup cintaku ------ Tangerang, 5 Januari 2013

Tuhan Semesta Cinta

Rinai hujan Menderai di pelukan rumput-rumput liar Bersama angin menikam resah paru-paru Terhampar basah gigil jalanan tak berbaju Kabarkan riang pada tanah dan kuncup bunga-bunga itu Langit murung Terbunuh pekat awan menggantung Bersama kilatan cekam tak berujung Memaksa riuh kembali ke pangkuan gubuk senandung Seperti cinta yang Tuhan tata terbagi rata Semoga tak lupa terbalas doa dan syukur pada-Nya Tuhan semesta cinta ------ Tangerang, 8 Januari 2013

Di Balik Hujan

Hujan kembali menangis Mengiris malam di lesap gelap tertawa sinis Meski rinai itu memercik ritmis Memeluk basah sekujur tubuh melawan tiris Dan raungan mesin kembali berontak Tak sabar menunggu kedipan lampu hijau Tercekal macet merayap menikam sabar Atau banjir membungkam gigil celoteh knalpot Tak berdaya menerjang isyarat alam yang murka Bukankah di balik hujan terselip azam tak pernah karam? Di antara doa tatkala terpanjat dan menghujam Pada Tuhan Yang tak pernah tuli pun terdiam Menjawab untaian harap dan tanya di tepian malam Karena Ia, Tuhan semesta alam Atau berkah yang terlupa terbakar geram Tertinggal gerutu semakin beringas bersemayam Dalam belukar jiwa penuh dosa kian terbenam ------ Tangerang, 15 Januari 2013

Banjir Ibu Kota

Banjir itu Menggenang di sekujur ibu kota Melahap tangis jalanan bising mesin tak bersuara Melumat sorak jelata terbujur di tenda-tenda duka Atau sungai hantarkan tiba-tiba ombak bencana Dimalam buta, dipagi gulita, disore merayap pun melata Hujan itu Menampar Jakarta lumpuhkan selaksa bingar Tertinggal tubuh-tubuh gigil kian terkapar Atau mayat-mayat si kecil dan si tua hanyut terdampar Tergurat di halaman depan surat kabar Menghapus titik berganti koma di lembaran putih kanvas sabar Nestafa itu Mungkin sedikit saja Tuhan hendak menguji Menegur sapa jiwa-jiwa suci Di antara uluran tangan redakan lengking tangis meninggi Atau syukur dan sabar dilebur enigma hari Doaku Semoga lekas nelangsa itu pergi Kembali tersenyum menatap detik waktu berganti ------ Tangerang, 17 januari 20013

Kembalilah di Pelukan Bilik-Bilik Bambu

Menikmati seteguk malam Selintas tembang mengayun diam Di antara petikan gitarnya yang karam Dan nyanyian asing menumpas peluh asam Suaranya beradu raung mesin mini bus Memaksa letih mencuri dahaga kian rakus Sepanjang hari menyemai serpihan tekadmu tulus Tergurat di garis-garis hitam wajahmu yang tirus Kembalilah engkau di pelukan bilik-bilik bambu Bersama episode malam telah lama menunggu Sekelebat mimpi dalam dengkuran kecil tidurmu Dan celoteh jangkrik mengusik rindu ------ Tangerang, 2 Februari 2013

Sekoci Rindu

Duhai kasih Berilah aku sekoci rindu Untuk kukayuh hingga dermaga cintamu Melintasi riak telaga hatimu ------ Tangerang, 15 Februari 2013

Kutemukan Tuhan Di Selembar Daun Gugur

Di selembar daun gugur Kutemukan Tuhan di semayam qalbu penuh syukur Atas segenap cinta-Nya tak terukur Melukis raut senja, melumat detik dunia ------ Tangerang, 21 Februari 2013

Lengkung Senyum di Bibirmu

Duri-duri rindu Kini menikam mengoyak qalbu Melucuti hari tiada temu Membenam hasrat terkubur waktu Dan kini Sungguh kurindu lengkung senyum di bibirmu ------ Tangerang, 2 Maret 2013

Bara Itu Kembali Menyala

OKU, Sumatera Selatan Bara itu Kembali mengoyak nisan-nisan tua Kembali menyulut letup-letup murka Membuka luka lama, diberangus dendam serupa Konflik yang melucuti hukum tak berdaya Dilahap penguasa kecil hukum rimba TNI Pasang dada bawakan kafan warna duka Dan segurat darah masih menjadi saksi mata Tentara muda gugur diterjang panas peluru Meski lakumu tak pantas ditiru Menerobos lalu lintas merah kuning hijau Hingga tersungkur dibekuk oknum polantas itu POLISI Meredam amarah taring-taring runcing Pasrahkan markas dirusak dibakar tiada geming Menumpas noktah hitam belumlah reda Ditimpa aib petinggi-petinggi rakus harta Simulator SIM dan ironi yang tak jemu menghias media masa TNI VS POLISI Masihkah negeri ini sanggup bermimpi? Tentang rasa aman kini mulai sulit dicari Tentang hukum kini mulai ditelanjangi Tentang sikap kini mulai abaikan nurani Tentang kita masih merangkak mencari tembuni pertiwi ------ Tangerang, 9 Maret 2013

Setapak Legam Matahari

Gurat di wajahmu Adalah setapak legam matahari Menampar keras liku hidup Mengoyak duka muda usiamu Meski awan terkadang meludahimu lewat irama hujan Meski mentari tak letih mengabarimu Tuhan yang tak pernah tidur Senja kini telah lengkung di bahu dan punggungmu Merampas kekar geliat raga muda itu Melawan himpitan getir nelangsa dunia Dan waktu Meleleh di keringat dahimu ------ Tangerang, 19 Maret 2013

Tentangmu, Tentangku

Dan kini kumengerti Lengkung manja senyum di bibirmu Adalah butiran embun di rekah bunga cinta Aku, Dan bait rindu yang kini menjadi sajak-sajak bisu Tentangku Tentangmu Tentang cinta yang tak musnah dicabik taring waktu ------ Tangerang, 31 Maret 2013

Ingin Kurengkuh Safa Cinta-Mu

Di lekuk malam aku terdiam Di antara selia rembulan menatap muram Dan malam kian berlari mendekap pagi Berteman laras jangkrik mengusik sunyi Lesap bersama desau mencumbu labium bumi Di epilog hari jiwaku menepi Kembali mengiba petuah-petuah kecil Ilahi Robbi Mencari tembuni bait-bait efusi Dalam sepenggal doa, Sungguh ingin kurengkuh safa cinta-Mu ------ Tangerang, 10 April 2013

Jas Merah, Saatnya Bergerak Menembus Riak

Mahasiswa Kala itu kita pernah bersua Di beranda ruang-ruang kota Kerontang daksa itu meringis miris Koyak nurani menohok ulu hati Merapal sketsa buram wajah negeri Terbunuh sengap diracun bulir mimpi Nyatanya kosong tak berisi Secangkir kopi lebih nikmat di antara selaksa ironi Dan engkau, jadi senja pelipur lara Mahasiswa Kala itu kita pernah bersumpah Di depan nisan yang kini menjadi sampah Dirajam peluru bedil-bedil serakah Mati dan hening dipenggal wajah-wajah pongah Guratkan bilur yang menjadi dengkuran kubur Tiada saksi senyum pun terasa lacur Dan engkau, jadi meriam robohkan diam Jas Merah Bukankah itu masa lalumu? Lenyap digerus acuh dan culas Kini tersisa geliatmu yang malas Tak peduli bisik keluh semakin mengeras Di antara denyut umat warna perjuangan itu Menanti selembar naungan kabar Atau secawan telaga redakan dahaga mereka Jas merah Bukankah usia mudamu isyaratkan asa? Meredah durja air mata di sana Terangi suram langit-langit kelam Ledakkan gelora redupkan bara angkara...

Melewati Mimpi Di Seuntas Tambang

Di atas riak sungai Menderas nyali kabarkan ironi Pada pemilik kelakar negeri Pada si tuan-tuan tuli Pada si tuan-tuan mati Dalam dengkur di tengah rapat terhormat Dalam pejam matamu rekat Anggota dewan yang katanya peduli rakyat Inilah negeri kepura-puraan Dengan segudang tragedi pendidikan Melewati mimpi di seuntas tambang Mengejar ilmu di tengah maut terbentang Inikah negeri yang katanya mulai berdiri? Berpijak kuat untuk berlari Nyatanya detik ini, Masih ada tangis pertiwi ------ Tangerang, 13 April 2013

Selia kasih-Mu

Hujan ini Membunuhku dalam gigil Menyuling lengang jalan-jalan kecil Membaca pesan rintik-rintik mungil Menikmati gemericik di atas hangatnya katil Gerimis ini Meredam jam dalam diam Mencekal menit dalam rumit Menindih detik malam berbisik Menggerutu geram tiada rembulan sudi menyilik Menemani sunyi mengejar pijar tak jua mendelik Rahmat ini Mengajari jiwa mengayuh enigma Merapal pendulum waktu terus berpacu Menuliskan ijmal sahda cinta-Nya Di lembar-lembar asmaraloka titik dunia Dan selia kasih-Mu, tak akan pernah purba ------ Tangerang, 18 April 2013

Terpana

Desau pagi Menampar perdu basah menyingkap hari Ketika embun membuka gontai tatap mentari Selepas gulita temani bisik jangkrik di malam sunyi Dan Engkau Selalu saja memukau sajak-sajak bumi Dan aku Terpana menikmati ------ Tangerang, 3 Mei 2013

Tentangmu Disebuah Temu

Rindu Tentangmu disebuah temu Angka-angka bisu Tak henti menari-nari di kepalaku Memecah selaksa harap tergilas pongah sang waktu Terngiang aroma sayur asam dan tempe-tahu Tersaji hangat di hadapku Semoga kasihmu tak letih menungguku Ibu ------ Tangerang, 3 Mei 2013

Tunggulah Aku Di Sana

Semburat malam Di jalan cikokol beranjak kelam Memapah laju roda-roda menembus temaram Detik demi detikpun lesap Bersama kepul rokok mengasap Tiba-tiba resah kian menyergap Pikirku seraya acuh pun lindap Hanya berontak dalam sengap Rindu ini terlalu berharga Untuk kutukar muram durja Seperti damai langit di sana Berbagi kecup rembulan merona Sembunyi di antara bias bintang meraja Ibu Tunggulah aku di sana Di bait-bait cerita yang kubawa Di beranda kerinduan yang sama ------ Tangerang, 4 Mei 2013

9 Summers 10 Autumns : Sebuah Sajak

9 Summers 10 Autumns Kota Batu Sepenggal narasi coba menerjang kilasan waktu Menerabas tembok-tembok keterbatasan Robohkan delik-delik cibir kemiskinan Impian Menuntun jejak melawan takdir Melucuti teks-teks kolot cekal pun apkir Meski harus mengurai tanya Masihkah impian pantas dibela? Sementara denyut keluarga memanggil jiwa Doa-doa kecil Merenda bait-bait biru nasihat bunda Beranjak pergi tinggalkan bingar desa Berbekal tekad mengepak sayap-sayap asa Meski harus menjual angkot harta tersisa New York Tiba di negeri mimpi terpenggal sepi Menyeret rindu pertaruhkan harga diri Lewati bentas menakluk samudera luas Bergulat membunuh bilur takdir culas Namun sebait senyum di beranda keluarga Remukkan letup-letup mimpi di sana Memanggil rindu ke pangkuan wajah-wajah tercinta Keluarga, Harta tak terukur dunia ------ Tangerang, 20 Mei 2013

Sajadah Cinta-Mu

Seindah pagi merangkul asa Menapak langkah berjalan bersama Sandarkan jiwa merangkai doa Sedalam cinta sejenak tafakur Melukis butiran kasih-Nya tak terukur Dalam sujudku pada-Mu ucapkan syukur Tuntun langkahku meski gontai Redam gelombang gemuruh badai Agar tak jengah kalbu merangkai Sisa nafasku yang lunglai Terima kasihku pada-Mu Mungkin tak cukup mengganti waktu Mengubur khilaf dan dosa itu Menjemput ampunan sajadah cinta-Mu ------ Tangerang, 07 Maret 2010

Sepenggal Sajak Yang Baru Saja Kita Awali Sebentuk Koma

Engkau yang telah lama mengecap raudhah surga Kembali aku terluka oleh sebilah kenangan tentang kita Tentang detik-detik terakhir yang tak sempat aku musnahkan di penghujung senja Mencegah remuk di tubuhmu, melawan sakit tanpa kutahu mengapa Merampas kisah yang baru saja kita awali sebentuk koma Kala itu pagi seperti menderas menabur laras Mengabarkan nafasmu tak lagi setia melukis kanvas Menuliskan bait-bait puisi yang lekas menjadi timpas Lepas Bebas Engkau yang kini mengutuk malamku labuhkan terbis sunyi Letih sudah jiwa ini lesap mencari tembuni waktu untuk kembali Menguntai maaf yang tak sempat tersampaikan desau angin Merenda langsir duka ketika semua hanya meninggalkan sesal Menikam bisu Mengantarku pada sendu Dan bila waktu tak pernah bisa menunggu Membunuh detik merenggut separuh pilu Semoga doa-doa kecil ini selalu bisa mendamaikanmu Dalam sepenggal sajak yang baru saja kita awali sebentuk koma ------ Tangerang, 30 mei 2013

Aku Menemukan-Mu

Aku menemukan-Mu Terserak di antara ritmis gerimis Terapung di balik awan tiba-tiba mendung Merapal-Mu dalam segumpal anugerah Mendaras tanya jiwa memusnah resah Mencari siluet cinta-Mu yang lama teracuh gundah Tentang dosa dan alpa lacuri setiap aliran darah Dan aku merindukan-Mu Menjamu sisa nafasku di dermaga ramadhan-Mu Mengetuk qalbuku di antara pintu-pintu pagi Menyemai bulir ampunan-Mu di atas sajadah malam Bersama sahur dan senandung tilawah setia menyapa Hingga sore membawa seulas senyum di penghujung senja Dan aku melabuhkan doa pada-Mu Semoga sahda cinta-Mu Kembali terukir suci di antara lisan maaf dan salam dihari nan fitri ------ Tangerang, 8 Juni 2013

Biarlah Maafku Mengutuk Gulita

Nenekku Lama sudah tak mencium tanganmu Menyapa seperti salam masa kecilku dahulu Rupanya engkau tak pernah lupa sayup suaraku Meski 1 abad kian menghampiri laju usiamu Meski gigi-gigi itu kini hanya tersisa satu Malam ini Baru saja kita melepas rindu dalam temu Dengan setoples ranginang kau suguhkan di hadapku Sembari kau kunyah berbagi kisah Kau selipkan sepenggal petuah bekalku melangkah Terima kasihku teruntuk cinta Biarlah maafku mengutuk gulita Karena tak sering menemuimu diusia senja Semoga Tuhan masih akan menitipkan sang surya Padamu yang telah lama mengecap pahit dunia ------ Tangerang, 9 Juni 2013

Sudah Kutegaskan Aku Tak Lagi Peduli

Sudah kukatakan mereka hanya berpura-pura Menipu kita dengan manis janji di tengah-tengah desa Ketika kampanye mengemis suara bertandang bak dewa Ketika setelan jas dan dasi mereka masih bisa kita minta Ketika dengkur lapar kita masih menjadi santapan iba Wakil rakyat, yang kini sulit ditemui di lengang pos-pos ronda Sudah kubilang mereka hanya manusia tuli Tak hiraukan amuk pasar menguliti urat nadi Tak pedulikan harga-harga merangkak tinggi Tak acuhkan lantang suaramu menolak kompromi Pada kebijakan-kebijakan nakal yang bisa dikorupsi Meski harus takluk pada voting ketuk palu paripurna banci Sudah kuingatkan mereka hanya manusia pelupa Lupa kalimat sumpah pada Tuhan Yang Maha Esa Di hadapan kitab suci dan jutaan saksi mata Jiwa raga hanya untuk mengabdikan bakti setia Pada pertiwi dan lengking tangis kaum jelata Harga mati yang lantas ternoda oleh dusta Subsidi BBM dan BLSM yang katanya peduli bangsa Sudah kuucapkan mereka hanya manusia buta Tak lagi sudi melongoki isi dapurmu tersis...

Yang Kumengerti Hanya Kita

Aku tak mengerti cinta Bila makna kutuang dalam kata Ada sebilah tanya menjadi duga Kembali kudapati sebait enigma Aku tak mengerti rindu Bila rasa kulebur dalam temu Ada secarik kenangan menjadi candu Kembali kutelan secawan madu Aku tak mengerti engkau Tak pula aku Yang kumengerti hanya kita Terbenam dalam nafas cinta dan rindu yang sama Namun diam selalu saja mendusta ------ Tangerang, 22 Juni 2013

Hanya Setitik Semu

Sekuntum rindu Meracun sukmaku Terpenjara selia cintamu Dan kutahu itu Hanyalah setitik semu Di antara cinta-Nya Yang Maha Satu ------ Tangerang, 28 Juni 2013

Aku Adalah Si Tua Bangka

Aku adalah senja Mengembara hingga musnah dilumat gulita Kembali tersungkur di tepian dengkur kota Bila waktu selesai membunuh raung lapar mengiba Sebab hidup telah buatku lupa nisbi dunia Aku adalah pagi Diletup sunyi raga ini lekas berlari Memintal debu karunia menyemai pasir-pasi rizki Bila nafas terbenam rayuan delusi Cukuplah doa-doa kecil lelapkanku di pelukan ilahi Aku adalah si tua bangka Menyulut nanar matamu penuh prasangka Di kolong-kolong kotor jembatan tua Di persimpangan jalan riuhnya kota Di sesaknya peluh bus-bus raksasa Kubagi lantunan sumbang gitar menyapa Menawarkan seteguk jujur tanpa dusta Aku adalah mereka Yang mudah saja kau tikam dengan ludahmu tuan Yang mudah saja kau bunuh dengan angkuhmu nyonya Aku adalah mereka Sebait sajak yang biasa kau lupa ------- Tangerang, 29 Juni 2013

Mengapa Kembali Kau Curi Dari Mereka?

Aku titipkan lara Pada lapuk jendela dan tembok-tembok di sana Yang tiba-tiba runtuh menggulung nyawa Meninggalkan isak menikam jiwa Aku sematkan duka Pada tanah dan lautan di sana Yang tiba-tiba guncang melumat seisi desa Meninggalkan tubuh-tubuh mati dihantam petaka Aku labuhkan sendu Pada air mata dan lautan darah itu Yang lekas membanjiri bumi rencong dengan lautan pilu Menyisakan trauma kelam Tsunami di tengah sendalu Aku nyalakan api tanya Mengapa harus kembali Kau curi dari mereka? Durja ceria dan senyum mungil yang baru saja melukis senja Mengubur luka lama ditelan waktu tanpa secuil jeda Aku taburkan doa Pada laras sunyi di atas sajadah temara Mengabarkan enigma semesta hanyalah kuasa-Mu semata Menyemai hikmah butiran kecil tazkirah dari-Mu Sang Maha Perkasa -------  Tangerang, 5 juli 2013

Kulisankan Syukur Pada-Mu

Menemui-Mu dalam tetesan hujan Berteman tarikan fajar kian memudar Terpenjara awan pekat melumpuh hasrat Selepas nikmat sahur dan gema subuh kubersimpuh Kembali harus kulisankan syukur pada-Mu Tuhanku Telah Kau izinkan usia mengecap Ramadhan-Mu Telah Kau luluskan doa-doa kecil karena-Mu Semoga luas ampunan masih Kau bentang untukku Untuk hamba-Mu yang tak kuasa memutar waktu Kembali kepada fitrah qalbu menggapai cinta-Mu ------ Tangerang, 23 Juli 2013

Terpenjara Bisu

Kau geram Aku diam Kita hening dalam karam Muntahkan saja peluru amarahmu Sebelum punah aku menunggu Terbunuh waktu mendesak ragu Kau dan aku Terpenjara bisu ------ Tangerang, 16 Juli 2013

Terbunuh Gigil

Cukup malam ini saja Aku terbunuh dalam gigil Memusnah tubuh melawan dingin Gerimis seperti enggan mengalah Angin tak henti menabuh amarah Cukup malam ini saja Aku berlari dalam sunyi Menepi bingar mencari kepak ilahi Riuh seperti hanya setitik kosong Syahdu tak kuasa menumpas lolong Cukup malam ini saja Aku berkisah pada ritmis gerimis Tangerang, 14 Juli 2013

Pagi Tadi

Pagi tadi aku menatap hujan Berjatuhan meninggalkan tangis langit di jalanan Atau di sela rerumputan dan deras air selokan Seketika cekam rubuh menindih bayang ketakutan Dalam doa kecilku kepada Tuhan Semoga Ia berkenan membuka selimut-selimut gelap di awan Agar ibu kota tak lagi sibuk mengencangkan sabuk-sabuk kepanikan

Berkawan Misteri

Dan hujan hari ini masih saja tak ingin berhenti Meski malam mulai perkasa menumpas riuh berganti sunyi Mungkin malaikat di langit masih ingin menangisi Berai tubuh-tubuh di laut yang masih berkawan misteri Mati Ditelan tragedi Menghadap Ilahi

Membaca, Menulis : Mempertegas 'Kedirian' Kita

Gambar
Oleh : Meidi Chandra Menulis Adalah Sebuah Kebahagiaan Percaya atau tidak, menulis adalah sebuah kebahagiaan paripurna bagi seorang penulis. Tak lain, bagi seorang penulis sejati menulis adalah nyawa dan hidupnya. Melalui tulisan, seseorang bisa mewujudkan apa yang sebenarnya adalah mimpi kosong. Melalui kata-kata, seseorang mampu menghadirkan imajinasi ke dalam kumpulan makna, tak lagi makna yang tersesat dan liar. Pun melalui tulisan, penulis bisa menggugah motivasi pembaca, membagikan ilmu dan pengalaman, bahkan memengaruhi dunia. Maka tak heran bila tokoh-tokoh hebat nan inspiratif adalah mereka yang tidak hanya membekali isi kepalanya dengan ilmu, namun juga membahagiakan dirinya dengan terus menuliskan apa yang ada di ruang imajinasinya ke dalam tulisan. Kita mungkin tidak akan mengenal sosok Soekarno andai beliau tidak pernah menulis buku Indonesia Menggugat, Ilmu dan Perjuangan, Membangun Dunia yang Baru, Di Bawah Bendera Revolusi, dan lainnya. Pun hingga hari ini ...